Tuesday, May 26, 2015

Robot Bernyawa



Lihatlah itu ya disana, orang berkumpul bising suaranya
Wajahnya merah dibakar marah, sang dewa nasib sedang berduka

Di depan pabrik minta keadilan, hanyalah janji membumbung tinggi
Tuntutan mereka membentur baja, teruslah kerja atau di PHK

Inilah lagu orang tak berdaya, mencoba mempertanyakan haknya
Dituduh pengacau kerja, dianggap pahlawan kesiangan, bisa berbahaya

Jangan bertanya, jangan bertingkah, robot bernyawa teruslah bekerja
Sapi perahan di jaman modern, mulut dikunci tak boleh bicara

Inilah nasib orang-orang bawah, tidur berjajar menciptakan mimpi indah
Bekerja keras terus bekerja, mencoba membalik nasib ternyata susah

Rajawali



Satu sangkar dari besi, kasa kasar pada hati
Tidak merubah rajawali, menjadi burung nuri
Rajawali...... Rajawali......

Satu luka perasaan, mati putih terhinaan
Tidak merubah sang jagoan, menjadi makhluk picisan
Rajawali...... Rajawali...... Rajawali...... Rajawali......

Burung saksi di angkasa, lambang jiwa yang merdeka
Pembela kaum yang papa, penggugah jiwa lara
Rajawali...... Rajawali...... Rajawali...... Rajawali......

Gua anggun tampak sepi, sua gagah pasti diri secantik
Bertahan pada godaan, prahara atau cobaan, keberanian...
Setia kepada bumi, setia pada janji, kegagahan...
Menembus kemungkaran, menguak cadar fajar
Berjanji pada hari, memberi inspirasi
Mentari... mentari... mengisi... mengisi...
Berseri... berseri... berjanji... berjanji...

Pulang Kerja



Kucing Hutan, Ibu dan Anak “Berang-Berang”
Tikus Salju dan Harimau Kumbang berwarna cokelat
Mereka berkelahi untuk kehidupan
Yang aku rasakan adalah keseimbangan
Kucing hutan lari karena kalah berkelahi
Ibu “Berang-Berang” pulang ke rumah
Kucing hutan bertemu tikus salju
Ibu “Berang-Berang” bercanda dengan anak-anaknya
Karena lapar kucing hutan menerkam tikus salju
Tikus salju malah mendapatkan teman
Kucing hutan yang gagal… gagal lagi
Tikus salju biasa saja… sudah nasibnya selamat
 
Dari balik bukit kaki cemara
Aku melihat mulut harimau berlumuran darah
Kucing hutan yang gagah, ia terkapar..akhirnya mati
Sudah takdir harimau datang “Berang-Berang”
Tetapi “Berang-Berang” sudah pulang
Sementara tikus salju entah pergi kemana
Harimau pun kesepian
Aku terkesima 3 x terkesima…

Puisi Gelap



Langit gelap
Jutaan gagak memenuhi langit
Datang dari goa-goa yang gelap dan lembab
Dari padang yang kering tandus
Merentang sayap berputar-putar mengerikan
Suaranya melengking menyayat
Amarah yang terpendam, amarah tertahan
Gentayangan bagai mayat bangun dari kuburan
Karena mereka pun tak mau menerima

Gerhana matahari, gerhana hidup
Mereka menutupi cahaya matahari
Memakan bangkai dari apa saja yang tersisa
Hinggap diatas lawan, diatas rumah
Didahan-dahan pohon yang mati kering
Mengintai mangsa, menanti bangkai temannya
Sendiri yang mati kelaparan

Bau bangkai menyengat dimana-mana
Saling menerkam diantara mereka sendiri
Sekedar bertahan dari kematian
yang segera datang menjemput

Tak ada cahaya matahari
Tak ada kehidupan
Tak ada apa-apa
Hanya ada ketegangan dan keganasan
Ketegangan yang mengandung bencana

Gagak terus berputar semakin gamang
Marah pada apa
Marah pada siapa
Marah pada marah yang tak terlampiaskan

Sampai pada saatnya nanti
Mereka jatuh terkapar dan mati
Tapi dimana cahaya kehidupan
Tak ada yang lain
Hanya ada jutaan bangkai gagak
Berserakan berbau amis dan busuk
Aah..bau busuk kehidupan
Menyusup menebar kesudut-sudut kota
Dan kita menghisapnya